Cara mengatasi gugup,grogi,salah tingkah ketika diatas panggung atau didepan kalayak ramai(penonton)

Cara mengatasi gugup,grogi,salah tingkah ketika diatas panggung atau didepan kalayak ramai(penonton)

Diposkan oleh Sudinotakim di Senin, Oktober 11, 2010 Senin, 11 Oktober 2010

Cara mengatasi gugup,grogi,salah tingkah ketika diatas panggung atau didepan kalayak ramai atau di depan penonton bisa kita ikuti Cara presenter Choky Sitohang dalam mengatasi rasa gugup,grogi,takut tersebut. Seperti yang saya kutip di kompas.com, Choky Sitohang , Pria yang gemar tampil sejak balita dan menemukan public speaking sebagai passion sejak remaja ini dengan bersemangat berbagi pengalamannya untuk mengatasi rasa gugup tersebut. Pertama :

1. Memelihara ketegangan sebagai bentuk mawas diri
"Saya meninggalkan deg-deg-an tetap ada dalam diri saya saat tampil. Rasa ini membuat kita menjadi berserah serta mawas diri. Serahkan takut kepada Tuhan dan berdoalah, ini menjadi obat saat demam panggung," kata Choky .

2. Cara ampuh menaklukkan rasa takut adalah dengan menghadapinya,Merasa grogi saat tampil di muka publik adalah hal wajar. Bahkan Choky mengakui, dengan jam terbangnya yang semakin tinggi, pria ini masih menyimpan grogi sebagai pengingatnya untuk tak menyombongkan diri di panggung.
Jujur bikin lebih rileks
Ketika ketegangan masih menguasai diri, lalu Anda berbuat kesalahan mengucap kata, jujur saja.
Jujur di depan khalayak juga menjadi obat demam panggung, kata Choky. Mengakui bahwa Anda salah adalah awal pemulihan diri untuk kemudian membangkitkan kembali kepercayaan diri. Anda juga merasa lebih lega karena tak perlu memendam kesalahan. Katakan saja dengan cara yang apik di depan panggung, atau katakan kepada teman di samping Anda.

3. Memberitahu teman bahwa Anda grogi juga bisa meredakan ketegangan dan membuat diri lebih rileks.
"Sadari bahwa tak ada pribadi yang sempurna," tambah Choky.
Bersikaplah ramah dengan senyum dan berteman
Senyuman menandakan keramahan selain juga menjadi cara mudah meminimalisasi grogi. Berikan senyuman natural, dan bukan dipaksakan.

korban 40000 jiwa

TAHUN 1946-1947 adalah lembaran kelam bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Sebanyak 40.000 orang dibantai dalam sebuah operasi penumpasan pemberontak oleh pasukan khusus Belanda yang dipimpin Westerling. Monumen Korban 40.000 Jiwa berdiri sebagai pengingat peristiwa itu.

Sejarah Singkat Pembantaian Rakyat

Saat para pemimpin kemerdekaan Indonesia sedang berunding dengan Belanda di Linggarjati (1946), perlawanan rakyat terus berkecamuk di luar Jawa. Termasuk di Sulawesi Selatan. Hampir setiap malam terjadi serangan dan penembakan terhadap pos-pos pertahanan tentara Belanda.

Pada 9 November 1946, markas besar KNIL di Batavia (Jakarta) memutuskan untuk mengirim pasukan khusus dari Depot Speciale Troepen (DST) dalam operasi counter insurgency (penumpasan pemberontakan). Pasukan dipimpin Kapten Raymond Westerling, seorang perwira Belanda berdarah Turki. Mereka tiba di Makassar pada 5 Desember 1946.

Aksi pertama operasi pasukan khusus DST dimulai pada malam 11 Desember 1946. Sasarannya adalah wilayah Batua serta beberapa desa kecil di sebelah timur Makassar. Wilayah itu dikepung, rumah-rumah penduduk digeledah, dan seluruh rakyat digiring ke lahan terbuka. Sembilan orang yang berusaha melarikan diri langsung ditembak mati.

Westerling berbicara langsung kepada rakyat, diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis dan Makassar. Ia menyodorkan daftar nama "pemberontak" kepada para kepala desa. Mereka dipaksa mengidentifikasi siapa dari rakyatnya yang terdapat dalam daftar itu. Di Batua, 35 orang yang dituduh pemberontak langsung dieksekusi di tempat.

Dengan pola yang sama, penyisiran terus dilakukan. Di wilayah Tanjung Bunga, 81 orang tewas dalam operasi malam 12 Desember. Di wilayah Kalukuang, 23 orang ditembak mati pada operasi 14 Desember. Di wilayah Jongaya, 33 orang dieksekusi di tempat pada operasi 16 Desember.

Setelah merasa bisa membersihkan Makassar, operasi dilanjutkan di daerah di luar Makassar. Polombangkeng diserbu pasukan khusus. Sebanyak 330 orang rakyat tewas dibunuh. Pada 26 Desember, Pasukan Westerling mulai menyerang Gowa. Korban tewas di Gowa berjumlah 257 orang. Penyisiran terus dilakukan hingga Kabupaten Barru, Parepare, Pinrang, Sidrap, dan Enrekang.

Pembantaian terbesar terjadi di Galung Lombok, Barru, pada 2 Februari 1947. Beberapa tokoh Pergerakan Kemerdekaan Indonesia direbahkan, ditodong bayonet, dan ditembak mati. Menyusul rakyat yang dikumpulkan di tanah lapang diberondong peluru yang dimuntahkan stangun. Tak ada laporan resmi jumlah korban. Tapi Pemerintah Republik Indonesia (RI) menyatakan ribuan orang tewas di tempat ini.

Pasukan khusus itu ditarik ke Batavia pada Maret 1947. Westerling disambut dengan gegap gempita. Media militer Belanda menyebut tahun itu sebagai tahun kemenangan gemilang atas pemberontakan kaum republik. "Si Turki Telah Kembali," demikian sebut mereka.

Di tahun yang sama, delegasi RI berpidato di hadapan Dewan Keamanan PBB. Korban pembantaian itu dilaporkan mencapai 40.000 jiwa. Tapi Pemerintah Belanda menyangkal. Menurut mereka, rakyat yang terbunuh hanya 3.000 orang. Westerling sendiri mengaku hanya membunuh 600 orang.